Mencegah Anemia Pada Balita
Pengertian
Anemia sering dipahami dengan istilah kurang darah. Secara klinis, anemia diartikan sebagai gangguan darah yang ditandai dengan kondisi jumlah sel darah merah berada di bawah normal sehingga tidak berfungsi dengan baik. Di dalam sel darah merah terkandung hemoglobin (Hb) yang berperan untuk mengangkut oksigen dari paru – paru dan mengantarkan ke seluruh bagian tubuh. Kondisi anemia pada umumnya diukur menggunakan pengujian kadar hemoglobin.
Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan bahwa 38,5% balita di Indonesia didiagnosis menderita anemia. Itu berarti, 1 dari 3 Balita di Indonesia mengalami anemia. Secara global, sekitar 50-60% kondisi anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi atau biasa disebut Anemia Defisiensi Besi (ADB).
Berapa batasan Hb pada balita? Menurut WHO (2011), ambang batas kadar hemoglobin normal untuk anak usia 6-59 bulan adalah ≥ 11,0 g/dL. Balita yang menderita anemia mengalami hambatan untuk menyalurkan oksigen yang cukup ke jaringan tubuh lainnya.
Penyebab ADB
Secara umum, penyebab ADB pada Balita antara lain:
- Kurangnya konsumsi pangan sumber zat besi
- Kurang mengonsumsi makanan yang membantu penyerapan zat besi
- Konsumsi makanan yang menghambat penyerapan zat besi
- Adanya penyakit penyerta seperti malabsorpsi (gangguan penyerapan makanan dalam usus) dan perdarahan saluran cerna.
Gejala ADB
Anak Balita yang mengalami ADB cenderung menunjukkan beberapa gejala yang spesifik. Biasanya, anak Balita akan terlihat mudah lelah, lemas, pucat, nafsu makan berkurang, tidak bergairah bermain, iritabel, pusing, dan dada berdebar-debar. Bahkan, pada beberapa kasus, ada anak Balita yang sampai mengeluhkan pica, yaitu gangguan makan yang ditandai dengan perilaku mengonsumsi sesuatu yang tidak lazim seperti tanah, kertas, sabun, dll.
Cara mencegah ADB
Lalu, bagaimana cara kita mencegah terjadinya kondisi ADB pada Balita? Setidaknya beberapa cara dapat dilakukan sebagai berikut:
- Berikan anak Balita asupan konsumsi makanan yang kaya zat besi, seperti: bayam, brokoli, daging merah, ikan, hati sapi, dan ayam.
- Berikan anak Balita asupan konsumsi makanan yang dapat membantu penyerapan zat besi, seperti makanan yang mengandung vitamin C, antara lain jeruk, pepaya, stroberi, serta sayuran berwarna hijau pekat. Sebagai contoh ketika anak Balita mengonsumsi bakso, maka dapat pilihan minumannya es jeruk bukan es teh.
- Sebisa mungkin menghindari anak Balita mengonsumsi makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi, seperti kacang-kacangan, cokelat, teh, dan kopi.
- Usahakan bayi mendapatkan ASI eksklusif.
- Rutin melakukan pemeriksaan Hb anak Balita di fasilitas kesehatan terdekat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganjurkan dilakukannya pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi dini defisiensi zat besi pada usia 1 tahun untuk bayi aterm (cukur bulan), usia 6-9 bulan untuk bayi preterm (prematur), usia anak 2-3 tahun, dan usia anak 5 tahun.
Penulis : dr. Desi Amelia
Puskesmas Mergangsan, Kota Yogyakarta
Referensi :
1. Basrowi, R. W., & Dilantika, C. (2021). Optimizing iron adequacy and absorption to prevent iron deficiency anemia: the role of combination of fortified iron and vitamin C. World Nutrition Journal, 5(S1), 33-39
2. Iron Deficiency and Other Types of Anemia in Infant and Children (Updated 2016 Feb 15). In: Am Fam Pyhsician.2016; 93 ($) 270-278.
3. PKGM-FK-KMK-UGM. (2023). Cegah Anemia dengan Konsumsi Makanan yang Tepat.Available from
4. Purnamasari, R. (2016). Anemia Kekurangan Zat Besi. IDAI